Ketahuilah Prinsip Taman Penitipan Anak – Saat ini sudah semakin banyak orang tua yang merasa sibuk dalam menjalani aktivitasnya sehari-hari. Salah satu Salah satu hal yang seringkali terabaikan adalah mengurus anak. Salah satu tetangga saya punya anak umur 5 tahunan. Karena tidak memiliki asisten rumah tangga, setiap hari sebelum berangkat bekerja dia membawa anaknya itu ke Taman Penitipan Anak (TPA). Sore hari sepulang kerja dia akan menjemput anaknya dari TPA itu dan membawanya pulang. Demikian setiap hari rutinitasnya.
Meskipun biaya bulanan di TPA itu lumayan mahal dia tidak keberatan. Katanya di TPA itu anaknya tidak sekedar makan dan bermain tapi juga diberi kegiatan tambahan seperti belajar bahasa Inggris dan matematika. Inilah yang kadang membuat saya berpikir apalagi jika mencermati kedudukan TPA dalam lingkup pendidikan.
Pada dasarnya TPA adalah lembaga pendidikan. Dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), kedudukannya ditegaskan sebagai lembaga non formal. Hal ini dinyatakan dalam Pasal 24 Ayat 4.
Menurut pasal tersebut pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan non formal berbentuk Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat. Berdasarkan pernyataan ini jelas TPA bukan sekedar tempat penitipan anak akan tetapi juga merupakan lembaga pendidikan.
Sebagai lembaga pendidikan sudah seharusnya TPA berpedoman pada prinsip penyelenggaraan pendidikan. Salah satu prinsip tersebut dinyatakan dalam Pasal 4 Ayat 5 UU RI Nomor 20 Tahun 2003. Menurut pasal ini pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung showerroomworld bagi segenap warga masyarakat.
Masalahnya prinsip tersebut berseberangan dengan salah satu ketentuan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) RI Nomor 18 Tahun 2018 tentang Penyediaan Layanan Pendidikan Anak Usia Dini. Ketentuan yang dimaksudkan pada Pasal 9 Ayat 2 dan 3.
Dalam Pasal 9 Ayat 2 Permendikbud Nomor 18 Tahun 2018 ini dinyatakan pembelajaran dalam PAUD sebagaimana bertujuan untuk mengoptimalkan seluruh potensi perkembangan anak dengan tidak mengutamakan kemampuan baca, tulis, dan hitung.
Sementara dalam Pasal 9 Ayat 3 dinyatakan pembelajaran dalam PAUD tidak menggunakan pendekatan skolastik yang memaksa peserta didik secara fisik maupun psikis untuk memiliki kemampuan membaca, menulis, dan berhitung.
Dua ketentuan di atas jelas berseberangan dengan prinsip penyelenggaraan pendidikan dalam Pasal 4 Ayat 4 dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2003. Pada satu sisi berdasarkan pasal tersebut pendidikan harus mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi peserta didik. Sedangkan dalam Pasal 9 Ayat 2 dan 3 Permendikbud Nomor 18 Tahun 2018 mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung ditabukan pada PAUD.
Selain itu ada satu hal yang sulit disangkal yaitu anak dalam usia dini memang lebih fokus dalam bermain dari pada belajar. Secara tegas ini dinyatakan Pasal 9 Ayat 1 Permendikbud Nomor 18 Tahun 2018. Dalam pasal ini dinyatakan pembelajaran dalam PAUD dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan berpusat pada anak dalam konteks bermain sesuai dengan tingkat pencapaian perkembangan anak.